Adik Keduaku Juga Jatuh Sakit (Novel Si Kulup Kun Bagian 9)
Rabu, 03 Oktober 2018
Adik Keduaku Juga Jatuh Sakit (Novel Si Kulup Kun Bagian 9) - Belum sempat untuk bernafas lega setelah kesembuhan kakak pertamaku, cobaan itu silih berganti menjadi hal yang begitu peka dengan kondisi rasa rindu akan bahagia yang begitu jauh untuk keluargaku rasakan ada dalam hidup ini.
Seperti cobaan dan rintangan itu masih menguji akan kesabaran untuk seorang ibu yang luar biasa bagiku. Rasakan inginku saja yang merasakan semua penderitaan yang dirasa Ibu. Jika aku mampu menukar penderitaan yang harus ditanggung oleh seorang ibuku, maka biarku saja yang harus menanggungnya, jangan Ibuku.
Duka seakan menjadi santapan waktu bagi Ibu,Tak ada celah untuk bisa bernafas lega akan datangnya bahagia mengantar senyum berujung tawa. Yang ada hanya sepi bermuara sedih yang begitu sering datang menghampir lubuk hati Ibuku.
Sepertinya cobaan belumlah ingin pindah tempat dari keluargaku, dimana sejak aku harus kehilangan seorang Ayah, Kakak keduaku meninggalkan keluargaku untuk selamanya.
Belum lagi keadaan ekonomi yang belum stabil memberiku keluarga rasa yang mampu memilih harus makan apa saat ini,besok dan lusa. Kami tak mampu mengatur dan mengurusi itu semuanya, karena makan hari ini alhamdullah, dan esok harus dicari kembali dan lusa tak mampu kami tebak, apakah masih bisa makan atau tidak.
Setelah kepergian kedua orang yang kami sayang dalam keluarga kami, kami harus juga menanggung kesedihan dan duka disaat kakak pertamaku sakit dan saat ini adik keduaku juga mengalami sakit yang luar biasa.
Dia mengalami sakit hilang ingatan, menurut tutur dari Ibuku, Jika sakit adik sulit untuk bisa sembuh untuk waktu yang singkat karena orang yang mengalami sakit gangguan otak seperti orang gila dan dalam tahap penyembuhana butuh waktu sangat lama dan hanya menunggu mujizat dari Tuhan untuk bisa kembali normal seperti sediakala lagi.
Dengan sakitnya adik kedua itu tentunya menambah kesedihan dalam hati Ibu dan juga keluarga pastinya. Kami pun tak pernah menyangka jika hal itu bisa terjadi pada adikku, karena dia adalah orang yang tak mungkin harus menerima penyakit seperti itu Karena dia tak ada tanda yang membuatnya harus menjadi orang yang lupa akan ingatan.
Kesedihan itu bukan saja soal adik kedua yang harus menanggung penyakit tersebut, namun dengan orang yang ada di sekitarnya. Dimana saat ia mengalami gangguan jiwa tersebut, dia meninggalkan seorang istri yang saat ini sedang mengandung anak pertama mereka setelah menikah 1 tahun lalu tepatnya pada 2016 silam.
Begitu sedih rasanya melihat kedaan tersebut, menjadi beban bagi Ibuku, namun ibu selalu berkata jika semua telah menjadi ketentunya Tuhan dan dia hanya mampu bilang jika kami harus menanggung semua itu dengan segala usaha dan do’a semampu kami bisa melakukannya.
Jika saja aku mampu berbuat banyak saat ini untuk membantu keluargaku, pasti aku akan melakukan yang terbaik untuk mereka, namun apa boleh buat, saat ini aku pun belum mendapatkan pekerjaan, tak punya uang sama sekali dan untuk makan saja dalam sehari hanya mengandalkan adik ketigaku yang jika ada ya makan dan jika tidak ada yang harus menanggung lapar dan dahaga.
Seperti saat ini, saat ramadhan datang, seakan aku dan adikku di Jakarta ini menjalani puasa 24 jam saja, dimana siang puasa, dan malam pun puasa karena memang tidak ada makanan yang harus kami santap.
Untuk itulah, melihat kondisi adik dan adik iparku yang sebentar lagi melahirkan tentunya butuh biaya untuk persalinannya. Ibu hanya berharap ia mendapatkan rejeki dan kakak iparku dapat membantu dalam tahap tersebut agar mereka selamat dan bisa bertahan dalam perih cobaan yang kini begitu pekat dirasa dalam kelaurgaku.