src='https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js'/> Mengapa Surga Itu di Bawah Telapak Kaki Ibu, Bukan Ayah?, Ini Penjelasannya - Aleniasenja.com

Mengapa Surga Itu di Bawah Telapak Kaki Ibu, Bukan Ayah?, Ini Penjelasannya

Ibu, Seorang Perempuan yang telah melahirkanmu dengan perjuangan yang luar biasa. Bertaruh melawan rasa takut, rasa sakit, rasa ragu dan lain sebagainya demi menghadirkanmu diatas dunia ini. Saat mengandungmu, berbagai perasaan tidak menentu terus menghantuinya, terus menganggunya, demi menjagamu agar kau terlahir dengan baik. 
Mengapa Surga Itu di Bawah Telapak Kaki Ibu, Bukan Ayah, Ini Penjelasannya

Setelah kau terlahir keatas dunia ini, Dengan ketulusan, rasa ikhlas, penuh cinta dan kasih sayang, ia berikan untukmu. Ia relakan waktu istirahatnya untuk mengurusimu, ia relakan berbagai kepentingan demi menghadirkan tawa untukmu. Bahkan saat anda besar hingga saat ini, ia masih tetap memperjuangkan kebahagianmu, ia selalu memperhatikanmu. Walaupun engkau jauh darinya, walaupun engkau tidak pernah menjenguknya dan melupakannya, namun seorang ibu tidak melakukan hal yang sama terhadap anak-anaknya, ia tetap saja berdoa, ia tetap saja memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. 

Jadi, wajar saja jika dalam islam, Seorang ibu sangat dimuliakan Oleh maha Kuasa karena Ibu dalam adalah sumber dan poros kehidupan. Di tangannyalah kebahagiaan manusia dipertaruhkan. Rasulullah SAW mengatakan : 

الجنة تحت اقدام الامهات 


Artinya :“Surga ada di telapak kaki ibu”. 

والطبراني في “المعجم الكبير” بإسناد حسن، وصححه الحاكم ووافقه الذهبي، وأقره المنذري، من حديث معاوية بن جاهمة: أنه جَاءَ النَّبِيَّ صلَّى الله عليه وآله وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُكَ أَسْتَشِيرُكَ، فَقَالَ: «هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ»؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَالْزَمْهَا؛ فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلِهَا 


Artinya : “Imam al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (Ensiklopedi hadits) menyebutkan melalui transmisi yang baik, disahihkan oleh Imam Al-Hakim, disepakati oleh Imam al-Dzahabi dan diakui oleh Imam al-Mundziri sebuah hadits dari Muawiyah bin Jahimah, ‘Dia menemui Nabi dan menyampaikan keinginannya ikut perang. Nabi bertanya, ‘Apakah kamu masih punya ibu?”. Ia menjawab, ‘Ya, masih’. Nabi mengatakan, ‘Temani dan berbaktilah kepadanya. Karena surga ada di bawah kakinya”. 

Syeikh Muhammad al-Ghazali menyampaikan kata-kata yang indah : 

إن ربت البيت روح ينفث الهناءة والمودة فى جنباته ويعين على تكوين انسان سوى طيب 


Artinya : “Seorang ibu adalah semilir angin sejuk yang menghembuskan nafas kedamaian dan kasih sayang ke seluruh ruang kehidupan. Dan ia sangat berpengaruh dalam pembentukan manusia yang baik”. (Muhammad Syeikh al-Ghazali, As-Sunnah an-Nabawiyyah Baina ahl al-Fiqh wa ahl al-Hadits, Dar as-Syuruq, Beirut, 1988, hlm.125) 

Ibu juga adalah sosok manusia yang memperoleh penghargaan utama dibandingkan ayah. Ketika Nabi ditanya seorang sahabatnya: 

من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال: أمك، قال ثم من ؟ قال: أمك ، قال ثم من ؟ قال: أمك، قال ثم من ؟ قال : أبوك . رواه البخارى ومسلم 


Artinya : “Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik? Nabi menjawab, ‘Ibumu’. Sesudah itu? Nabi mengatakan, ‘Ibumu’, lalu setelah itu? Nabi sekali lagi menegaskan,’Ibumu’. Kemudian? Nabi mengatakan, ‘Ayahmu'”. (HR: Bukhari dan Muslim) 

Lihatlah, Nabi yang mulia, mengulang-ulang kata “ibumu” sampai tiga kali. Boleh jadi saat beliau mengucapkannya, suara beliau naik perlahan dari nada rendah ke nada sedang lalu meninggi. Sesudah itu kata “kemudian ayahmu” diucapkan dalam nada datar. Jika demikian, maka Nabi sungguh-sungguh ingin agar audien yang diajak bicara benar-benar menghormati ibu. 

Pernyataan Nabi di atas, agaknya merupakan penjelasan beliau atas wahyu yang diturunkan Allah kepadanya : 

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ 


Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang terus semaki lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.(Q.S. Luqman, [31]:14). 

Di tempat lain disebutkan “ 


وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ 


“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan 

Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. Al-Ahqaf, [46]:15). 

Sungguh menarik bunyi dua ayat al-Qur’an di atas. Meski disebutkan agar seorang anak berbakti kepada kedua orang tuanya, yang tentu saja berarti ayah dan ibu, akan tetapi Allah tampaknya meminta perhatian agar berlaku baik itu lebih ditekankan kepada ibunya. Ini karena ibu dalam faktanya menanggung beban penderitaan jauh lebih berat daripada ayah. Ia mengandung selama kurang lebih sembilan bulan dalam keadaan sangat berat dan semakin berat, lalu melahirkan. Saat ibu melahirkan adalah saat beliau seperti sedang mempertaruhkan nyawanya. Jika kondisi kesehatan reproduksi ibu rapuh, karena banyak menanggung beban, maka potensi kematian itu ada di depan matanya. Dan ini semakin sering terjadi, sebagaimana fakta-fakta kematian ibu yang besar di atas. Sesudah itu ibu menyusui anaknya selama sekitar dua tahun, dengan mengorbankan kesenangan dirinya. 

Bila kita sepakat bahwa ibu adalah sumber yang di tangannya terletak masa depan peradaban manusia, maka tergantung kita bagaimana memperlakukannya. Jika kita memandangnya sebagai manusia yang paling terhormat di muka bumi ini dan memperlakukannya dengan sebaik-baiknya, dengan penghormatan yang penuh kepadanya, maka masa depan kemanusiaan yang sejahtera akan segera lahir. Sebaliknya jika kita menganggapnya rendah, hanya karena dia seorang perempuan, lalu memperlakukannya dengan ucapan atau tindakan yang menyakitkan hatinya, bahkan melakukakan kekerasan terhadapnya, maka dunia kemanusiaan akan hancur berantakan. 

Hadis tentang “Surga di bawah kaki Ibu” bisa kita temukan dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Nasa’i. Hadis ini sebenarnya menceritkan kisah Mu’awiyah bin Jahimah yang ingin berperang dengan Rasulullah SAW, padahal ia masih memiliki seorang Ibu, sehingga Nabi Muhammad bersabda, “Menetaplah bersama Ibumu, karena sesungguhnya surga di bawah dua kakinya. 


فالزمها، فان الجنة تحت رجليها . 


Hadis yang dinyatakan hasan oleh Imam Thabarani dan dinyatakan Sahih oleh Imam al-Hakim ini telah menjadi jurus maut par ibu untuk membuat anak-anaknya patuh. Di era milenial seperti saat ini, hadis tersebut juga dijadikan para genarasi milenial sebagai materi gombalan untuk memikat hati seorang perempuan, seperti: Aku bisa melihat surga di bawah kakimu untuk anak-anak kita nanti. 

Hadis tersebut juga merefleksikan eksistensi seorang ibu berada di atas eksistensi seorang Ayah. Dengan kata lain: dalam beberapa hal, Islam juga sangat memuliakan seorang perempuan (Ibu). 

Lalu, Hal apa yang membuat surga dianalogikan sebagai hal yang berada di bawah kaki seorang Ibu, bukan di balik tetes keringat seorang Ayah?, Berikut 5 alasannya : 

1. Seorang Ibu Mempertaruhkan Nyawanya Untuk Menghadirkan kita Diatas Dunia Ini 

Seorang Ayah memang bekerja membanting tulang untuk keluarga, tetapi Ibu melahirkan pelengkap keluarga dengan bertaruh nyawa. Fakta yang pelu diketahui oleh khalayak ramai adalah WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) melaporkan bahwa di akhir tahun 2015 terdapat 303.000 perempuan di seluruh dunia meninggal menjelang dan selama proses persalinan, bahkan beberapa orang mengatakan, ketika seorang suami telah melihat bagaimana perjuangan istrinya melahirkan putra/putrinya, maka ia akan sangat menyesal atas segala perbuatannya terhadap ibunya yang telah melahirkannya. 

2. Tiada Yang lebih Baik Dari Air Susu Mana Pun Selain ASI 

Seorang Ayah bisa saja membelikan susu dengan merk terbaik, tetapi ASI (Air Susu Ibu) tetap menjadi yang terbaik di antara yang terbaik. Hal ini direkomendasikan secara langsung oleh WHO (World Health Organization), sebab ASI adalah susu yang terbaik untuk bayi. Di antara kebermanfaatan ASI adalah mampu memberikan perlawanan terhadap infeksi, memiliki nutrisi yang mudah dicerna oleh bayi yang baru lahir, mengandung vitamin serta mineral yang berlimpah, dan yang paling mahapenting adalah ASI itu gratis. 

Menurut studi dari National Institutes of Health Women’s Health Initiative, ditunjukkan bahwa seorang Ibu yang menyusui selama 7 hingga 12 bulan, pasca-melahirkan akan memiliki risiko penyakit jantung lebih rendah. 

3. Kesetian Yang Luar Biasa 

Seorang Ibu (perempuan) yang ditinggal mati oleh suaminya alias janda bisa tetap betah menjanda hingga mati atas dasar kesetiaan, sedangkan seorang ayah (lelaki) yang ditinggal mati oleh istrinya alias duda (baik duda keren maupun duda sinden) akan segera menikah lagi dengan dalih kebutuhan. 

Memang ini sebenarnya hanya ‘mitos’, tetapi keberadaan mitos menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap mitos tersebut masih diyakini oleh sebagian kelompok masyarakat. Bukti lainnya yang memperkuat alasan yang ketiga ini adalah penggunaan istilah ‘lelaki buaya darat’ yang masih digunakan hingga saat ini, sedangkan penggunaan istilah ‘gadis buaya darat’ masih terkesan asing dan tidak familiar. 

4. Pengorbanan Jiwa Raga, Waktu, Bahkan Harta Demi Anak-anaknya 

Sebagian besar ayah bekerja dari pagi hingga sore (sampai malam jika lembur), tetapi sebagian besar ibu mulai bekerja sebelum ayah bangun hingga setelah ayah terlelap. Hal ini disebabkan oleh rutinitas harian seorang ibu, mulai dari menyiapkan masakan untuk sarapan, mengantar anak sekolah, membersihkan rumah, mencuci, menyetrika, bahkan beberapa ibu juga ada yang membantu suaminya bekerja, menyiapkan masakan untuk makan siang serta makan malam, hingga mencuci piring pasca makan malam ketika semua penghuni rumah telah membangun mimpi indah. 

5. Dalam Urusan Anak, Seorang Ibu Bisa Melakukan dan Memberikan Segalanya 

Beberapa pekerjaan Ayah bisa diambil alih oleh ibu, tetapi hampir seluruh pekerjaan seorang ibu tidak bisa diambil alih oleh ayah, seperti melahirkan anak, mengganti popok, atau menyusui. 

Jadi, Itulah penjelasan mengenai Kenapa Surga itu dibawah telapak Kaki ibu, bukan Ayah. Semoga ulasan diatas dapat memberi manfaat bagi kita semuanya. Berbakti kepada orang tua kita sebagai anak-anaknya memang wajib, terutama Ibu, karena tanpa mereka, kita tidak akan pernah ada dan ahdir diatas dunia ini, dan tanpa perjuangan dan jerih payah mereka, kau tidak akan pernah menjadi sukses seperti saat ini. Masihkah kau melupakan itu semuanya?, Semoga tidak.

Belum ada Komentar untuk "Mengapa Surga Itu di Bawah Telapak Kaki Ibu, Bukan Ayah?, Ini Penjelasannya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel