src='https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js'/> Bahkan Aku Sudah Lupa, Rindu Mana Yang Pernah Aku Cemaskan - Aleniasenja.com

Bahkan Aku Sudah Lupa, Rindu Mana Yang Pernah Aku Cemaskan

Cerita ini tertulis bukan karena aku suka menulis, atau pun seorang penulis, namun kisah ini aku tulis mewakili bahagiaku, kecewaku, diamku, bahkan menggantikan air mata yang jatuh berkali-kali dalam cobaan dan rintangan hidup yang aku jalani. 
Bahkan Aku Sudah Lupa, Rindu Mana Yang Pernah Aku Cemaskan

Bukan aku mengeluh atau pun aku tak mampu menjalani hidup seperti ini, namun aku hanya ingin berbagi cerita, jika ada seseorang diatas dunia pernah mengalami cerita hidup seperti ini, dimana dalam hidupnya selalu berpacu dengan kesulitan, kesedihan dan kekecewaan. namun ia tetap tegar dan tabah dalam menghadapinya. 

Aku sadar, jika tak ada manusia yang hidup diatas dunia tanpa masalah, cobaan dan rintangan dalam hidupnya. Cobaan itu bukan saja tentang kesengsaraan, namun terkadang cobaan dan rintangan juga terdapat dalam kebahagiaan. Namun yang jelas, semua hanyalah bersifat sementara seperti kehidupan di atas dunia ini, semua akan berakhir tanpa kita sadari kapan waktu itu akan tiba. 

Seperti aku, aku yang terlahir di dunia ini dengan apa yang terjadi telah tertulis dalam sebuah buku harian yang bernama takdir. Tanpa aku ketahui apa saja yang akan tertulis disana, dan apa yang akan terjadi untuk aku hadapi tanpa harus berkeluh kesah dalam hidup ini. Catatan Itu tentunya juga berlaku untuk kamu, mereka dan semua orang yang terlahir di dunia ini. 

Perasaan bahagia, kecewa, air mata, semua adalah bagian dari takdir yang telah tertulis dalam buku tersebut, dan aku merasakan hal itu telah terjadi dalam hidupku, bahkan sangat aku rasakan ketika semua yang aku harapkan tak sesuai dengan apa yang aku inginkan, namun aku belum menemukan apa yang akan butuhkan sesuai dengan ketentuan dari sang kuasa. 

Dari sanalah, aku mulai mengerti, jika apa yang sudah tertulis dalam buku bernama takdir tersebut memang sebuah rahasia yang tak mungkin diketahui siapa pun. Termasuk Aku, apa saja yang ada di dalamnya, sama sekali tatamorgana. Tapi paling tidak, kita selalu berupaya untuk tetap berbaik sangka kepada sang kuasa, karena apapun yang telah tertulis itu, merupakan hal yang baik dan terbaik untuk kita miliki dan jalani. 

Seperti kisahku ini, aku banyak belajar dari perjalanan hidup yang hingga kini masih tertahan dalam cobaan dan rintangan yang terkadang sulit untuk aku mengerti. Rasanya semakin rapuhraga dan hati ini untuk menghadapinya, datang tanpa permisi. Namun aku selalu berupaya untuk selalu tegar dan selalu tersenyum untuk menghadapinya. Karena aku yakin, jika suatu hari nanti, aku akan menemukan buah bahagia atas apa yang telah aku lewati dengan baik dan terjadi dalam hidupku saat ini. 

Jika pun tak ada, aku tetap bersykur kepada Tuhan atas hidup yang telah Ia berikan untuk berupa cerita indah seperti ini, dan berharap di luar sana, cerita yang aku tulis ini dapat bermanfaat, dapat mereka resapi dan pelajari bagaimana sejatinya menjalani hidup diatas dunia ini. 

Tentang Seorang Ibuku Yang Luar Biasa 

Dari sini, dari dimana aku terlahir dari seorang ibu yang luar biasa, dia malaikat yang nyata bagiku yang Tuhan hadirkan sebagai pelindung, penyemangat, dan harumnya kasih sayang yang aku dapatkan darinya. 

Dia ibu yang luar biasa, itu sangat jelaskan aku lihat dan aku rasakan, bagaimana perjuangannya untuk bisa mengantarkanku pada tahap saat ini. Walaupun belum sukses untuk bisa memberikannya senyum kebahagian itu, namun paling tidak dia telah menunaikan kewajibannya sebagai orang tua kepada anak-anaknya prilaku yang baik dan pendidikan yang baik pula. 

Kenapa aku bilang Ibuku luar biasa?, karena semenjak kepergian Ayahku saat aku masih duduk di kelas 2 SMP, Aku dan kakak, dan adikku, semuanya di komandoi oleh Ibuku. Kami 6 bersaudara, dan saat kepergian Ayahku, kami masih dalam keadaan anak-anak. 

Semenjak itulah, Ibuku menjadi tulang punggung satun-satunya dalam keluarga. Aku tak akan pernah mampu menahan air mata ketika aku bercerita tentang Ibuku. Ibu yang sangat luas biasa yang tak pernah bisa menggantikannya. 

Pernah suatu hari ketika berkata Ibu untuk menikah lagi agar beban hidupnya bisa terbantu lagi, namun Ibuku mengatakan jika ia tidak ada niat kembali untuk menikah lagi setelah Ayahku pergi. Kami pun tak dapat memaksa, karena semua sudah menjadi pilihan hidupnya. 

Hingga semua berlalu, tak mengerti kenapa Ibu memilih setia untuk Ayahku. Namun yang jelas, ibuku selalu menjalani hidupnya dengan sangat bahagia, tanpa ada ketakutan dalam dirinya, menyerah, bahkan mengeluh. 

Dia merawat kami dengan sangat adil dan semua berjalan dengan baik, walaupun kesedihan yang sangat mendalam terlihat diraut wajah ibuku, namun ia tidak pernah meneteskan air mata di hadapan anak-anaknya, ia selalu tersenyum dan selalu berkata “suatu hari nanti kalian akan bahagia, percayalah sama mak”. 

Dalam perjalanannya membesarkan kami 6 enam, bukanlah hal yang mudah pastinya untuk seorang Ibu yang berjalanan sendirian tanpa seorang suami. Berbagai cobaan dan rintangan dihadapi Ibu sendirian, dari mencari nafkah, memberikan pendidikan kepada kami dan lain sebagainya. Tak akan mampu aku bayangkan, bagaimana perjuangan seorang Ibuku dalam merawat dan mendidikan anaknya hingga dewasa seperti saat ini. 

Hingga kami tumbuh remaja dan menjelma menjadi dewasa, semua ia lalui dengan senyum dan tanpa ada celah keluh kesah dalam dirinya. Walaup terkadang terlihat jelas betapa lelahnya Ibuku, namun tetap saja, tak ada suntai kata marah dan menyerah terlontar dari dirinya. 

Kesedihan itu kian bertambah dalam hati Ibuku, Setelah Ayahku pergi untuk selamanya, Kakak keduaku juga pergi meninggalkan Ibu dan kami saat itu. Kakakku meninggal karena Pendarahan hebat paska melahirkan anak pertamanya. 

Ketika itu, Rasanya melihat kondisi seperti itu, sempat Ibuku kehilangan diri alias pingsan dan sempat Koma pada saat itu untuk beberapa hari. Melihat kondisi seperti itu, betapa lelahnya Ibuku, betapa sedihnya ia harus kehilangan kembali orang yang Ia sayangi. 

Kakakku meninggal dirumah sakit karena tidak dapat tertolong lagi karena pendarahan yang hebat. Kakakku melahirkan anak perempuan yang kini juga diasuh oleh Ibuku. Saat ini Ia telah tumubuh menjadi anak yang pintar dan sudah duduk di bangku kelas 4 SD. 

Setelah musibah itu, Musibah lain juga menghapiri Ibuku tanpa henti, dimana kakak pertamaku juga mengalami sakit keras saat itu dan sempat di operasi karena tulang belakang tergeser akibat terjatuh di kamar mandi. Sempat mengalami lumpuh 2 Tahun dan Alahmadulillah, kakakku akhirnya sembuh dan kini kembali Normal. 

Rasanya sudah tak sanggup melihat perjuangan Ibuku hingga saat ini, Jika saja aku mampu berbuat banyak untuk membantu Ibuku, maka akan aku berikan seluruh jiwa dan ragaku untuk menggantikannya. Namun aku tak bisa berbuat lebih karena kondisi aku juga dalam keadaan sulit dan hingga kini masih dalam keadaan sulit. 

Bagaimana air mataku tak menetes ketika aku melihat Ibuku, Seharusnya ia sudah mampu bahagia dan tersenyum lepas di masa Tuanya, namun tidak dengannya. Saat ini saja masih saja cobaan itu mengandrungi Ibuku, Adik kedua dan ketigaku juga mengami sakit. 

Adik keduaku mengalai depresi hebat dan terganggu system pemikirannya, Namun Alahmdulillah sudah baikan walaupun ia tidak bisa berpikir terlalu keras. Hal yang paling aku sedihkan dari Adikku ini adalah, melihat anak dan istrinya yang harus menghadapi masalahnya seperti itu. 

Sementara Adik ketigaku, juga mengalami sakit yang kata orang desaku, ia terkena racun yang diberikan oleh orang dusun. Entahlah, yang jelas ia saat ini sedang mengalami hal seperti itu dan rasanya aku sudah tak mampu melihat kondisi keluarga dan Ibuku yang menghadapi masalah demi masalah dating silih berganti. 

Namun aku ak pernah berkata aku kalah, Aku ingin seperti Ibuku. Ibu yang teramat aku banggakan, walaupun cobaan demi cobaan dating silih berganti, Ia tetap tegar dan tabah dalam menghadapinya. Ia selalu bersyukur, karena Ia yakin, itu adalh ujian dari Tuhan dan suatu hari nanti, Aku selalu berdo’a dan berdo’a kepada Tuhan disetiap sujudku agar mampu memberikan yang terbaik dan bahagia di sisi waktu yang Tuhan berikan untuk Ibuku. 

Kini, Aku sedang berupaya untuk menuntaskan tugasku sebagai seorang kakak untuk menyelesaikan Pendidikan adik terakhir untuk menggapi Sarjana. Semoga saja tahun ini, ia dapat menyelesaikannya dengan baik, sehingga selesai sudah tugasku untuk menyekolahkan adik-adikku hingga semuanya sampai Sarjana. 

Aku dan Pendidikan 

Sepertinya aku mengembankan cerita yang sama seperti ibuku, dimana sejak kecil aku telah belajar untuk menjadi diri yang tangguh dalam menghadapi hidup. Apapun yang terjadi, tetap berusaha untuk tegar, jatuh harus berdiri lagi, lagi dan lagi. 

Kegagalan demi kegagalan selalu dating kepadaku, kepadaku yang terkadang tak mampu lagi aku bayar dengan kekecewaan, kesedihan dan air mata. Namun aku selalu teringat dan selalu aku emban perkataan Ibuku, jika suatu saat nanti akan bersamamu Nak. 

Dimulai dari kecil memang aku bukanlah seorang anak yang terlahir istimewa, isitmewa dalam tanda kutip hidup enak dan nyaman dalam keluarga yang berada. Keluargaku adalah keluarga yang sederhana, namun aku bersykur terlahir dari seorang Ibu yang sangat luar biasa. 

Sejak kecil, cobaan dalam hidupku sudah aku rasakan. Aku mengidap penyakit asma sejak kecil dan dalam beberapa minggu sekali aku harus ke dokter dan juga berobat alternative yang ada di kampungku saat ini. 

Namun aku tak pernah merasakan jika aku sakit asma saat ini, karena yang namanya anak kecil, apa yang terjadi tak pernah mengerti dan memahami jika itu akan membuat orang tua cemas dan sedih melihat kondisi anaknya seperti itu. 

Setelah lulus SD, Aku tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya karena pada saat itu kondisi keluarga belum bisa untuk mendapatkan biaya untuk menyekolahkanku karena kedua kakakku masih dalam tahap yang sama. Aku menganggur dalam waktu dua tahun setelah aku tamat SD. Pernah masuk ke SMP terbuka pada saat ini, namun SMP terbuka bubar setelah aku duduk dibangku kelas 2. 

Niatku untuk tetap sekolah tinggi, sehingga aku di izinkan oleh orang tuaku saat itu untuk mengikuti pamanku yang ada di Jakarta dengan tujuan agar aku bisa melanjutkan sekolah disana. Hal itu berjalan dengan baik, dan aku pun bisa melanjutkan sekolahku di jenjang SMP di Jakarta. 

Walaupun sempat menganggur setelah lulus SD tidak sekolah, namun semangatku untuk melanjutkan pendidikan tidak pernah using oleh waktu. Tepatnya pada tahun 2000, aku masuk sekolah tingkat pertama di salah satu SMP di Jakarta ini. 

Dalam menjalani pemdidikanku bersama pamanku, bukanlah hal yang mudah pula, dimana keadaan ekonomi pamanku yang serba kekurangan, membuat aku harus membantunya dalam mencari nafkah saat itu. Terkadang harus terlmabat bayar sekolah, tidak di izinkan ikut ulangan dan ujian itu sudah menjadi makanan ketika aku menjalani sekolah tingkat pertama waktu itu. 

Pulang sekolah terkadang makan, terkadang juga tidak. Namun semuanya aku jalani dengan semangat tanpa harus berkeluh kesah. Walaupun keadaan seperti itu, aku selalu bersyukur bisa memiliki kisah seperti itu dan hingga akhirnya aku lulus SMP pada tahun 2003. 

Tamat Dari SMP bersama pamanku, Aku ikut kakak sepupuku untuk bisa melanjutkan pendidikan tahap berikutnya. Aku ikut kakak sepupu untuk kerja dan sambil sekolah. Aku menjalani pekerjaan pagi hari sebagai tukang kebun di salah satu dinas kementerian di Jakarta dan sorenya aku sekolah. 

Tak ada yang enak untuk aku jalani, namun aku tak pernah berpikir itu sulit untuk aku jalani, karena selalu yakin kepada Tuhan, semua telah Ia atur dan aku hanya bisa menjalaninya dengan baik dan mendapatkan hasil dari apa yang telah aku jalani dari hidup yang aku jalani tersebut. 

Selama tiga tahun aku mengikuti kakak sepupuku untuk bekerja dan sekolah, pada akhirnya kakak sepupuku pulang kampung untuk menikah dan melanjutkan kehidupannya di kampung. Jadi tinggallah aku sendirian di tempat tersebut dan harus menjalani kehidupan selanjutnya seorang diri saat itu. 

Tanpa ada rasa takut dan menyesal, aku jalani semua dengan sangat baik, aku terus bekerja dan berselang 2 tahun aku tamat SMA, dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik saat itu yaitu menjadi OB di salah satu kantor di Jakarta ini. Aku melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. 

Semua aku jalani dengan sangat baik, aku jalani masa kuliah dengan baik dan begitu juga dengan pekerjaanku. Aku menjalani sendirian sendirian saat itu, sebelum aku mengajak adik kedua untuk ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya juga ke perguruan tinggi karena Ibuku di kampung tak ada biaya untuk menyekolahkannya lagi. 

Kami berdua saat itu sama-sama kuliah, dimana aku pagi bekerja hingga sore dan kuliah malam hari, sementara adikku menjalani kuliah dari pagi hingga sore. Aku dan adikku menjalani waktu tanpa berkeluh kesah, ada di makan dan tidak ada dijalani. Hingga aku dan adikku pada akhirnya selesai juga menjalaninya dengan baik dan acara wisuda kami pun berbarengan dan di hadiri oleh Ibuku dan juga kakak dan adikku dari kampung saat itu. 

Setelah lulus kuliah, aku dan adik mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan saat itu membiayai adik terakhir dalam menempuh pendidikan di salah satu universitas di Jakarta ini juga, dan berharap tahun ini ia menyelesaikannya dengan baik. 

Aku, Cinta, dan Rindu Itu

Rasanya tak ingin aku habiskan waktuku hanya untuk merasakan kecewa dan kesedihan dalam hidupku, namun seperti yang aku ragkai diatas, jika smeuanya telah tertulis dalam sebuah buku yang bernama takdir. Walaupun takdir itu ada yang dapat diubah, ada juga tak dapat diubah, namun rasanya aku sudah mengerti, jika semua yang terjadi, memang sudah menjadi kehendak-NYA. 

Berkisah dari seseorang wanita yang pernah menjadi api semangat dalam aku menjalani kehidupan di Jakarta ini, disaat aku SMA hingga Kuliah. Ia selalu menemaniku dengan sangat baik. Memberiku campukan semangat yang luar biasa sehingga aku mampu beridiri lagi, lagi dan lagi ketika keadaan tak berpihak kepadaku. 

Menjalani kisah kasih dan asmara bersamanya bukanlah waktu yang sebentar, 7 tahun berlalu tanpa jeda karena berjalan dengan baik dan bahagia pastinya. Namun semuanya berubah begitu cepat ketika janji yang pernah ia katakan jika saat aku lulus kuliah nanti, akan melangsungkan pernikahan, namun kenyataan itu sangatlah berbeda. 

Belum juga aku menyelesaikan kulihaku pada saat itu, dimana aku dirundung rasa cemas untuk menghadapi sidang skripsi, saat itu pula aku harus menghadapi kenyataan yang sangat sulit untuk aku terima, dimana pada hari itu pula, dia yang aku perjuangkan, akan mengucapkan janji suci bersama seseorang yang telah ia pilih dan mungkin telah tertulis dalam takdirnya, hanya saja aku belum mengerti dan menerima saat itu. 

Sedih, sangat sedih, namun saat itu aku hanya berpikiran, jika hari itu pasti aku lewati dengan baik. Saat siding skripsi sebenarnya aku menangis bukan karena takut dengan pertanyaan para dosen penguji, namun saat itu aku meneteskan air mata karena setelah aku lulus ini, aku tak akan pernah bisa lagi bertemu dengannya, berbicara dengan seseorang yang pernah mengisi bait-bait skripsi yang aku sidangkan ini karena ia telah menikah dengan orang lain. 

Hari itu, Hari yang sulit untuk aku jalani, dimana aku harus berjuang untuk menghadapi siding skripsiku, disisi lain aku harus melepas seseorang yang teramat aku inginkan hadir dalam hidupku. Namun tetap harus aku hadapi, dan siding skripsi berjalan dengan baik walaupun keadaan diri saya kurang baik pada saa itu. 

Saat Acara wisuda, sebenarnya inginku dia dating seperti kata yang pernah ia ucapkan saat itu, dimana saat aku wisuda nanti, ia akan menghadirinya. Tapi kenyataan sungguh berbeda, sangt berbeda dengan apa yang seharusnya aku dapatkan darinya. 

Butuh waktu untuk aku mampu menerima itu semua dengan baik, tak kalah hati rindu, hanya mampu merenung dan berdo’a kepada Tuhan, Semoga apa yang telah menjadi pilihannya, menjadi pilihan yang terbaik baginya. Untuk aku yang belum mampu melepaskannya pergi, hanya bisa menyadari diri, jika Tuhan telah memberiku satu cobaan lagi, yang mungkin saja dapat memberiku sebuah hikmah jika suatu hari nanti aku menemukan seseorang untuk menggantikannya. 

Memang tak mudah untuk melepaskan seeorang yang pernah membuat kita nyaman dalam menjalani waktu. Kehilangannya seperti kehilangan diri sendiri, dan aku merasakan hal seperti itu. Bagaimana tidak, saat aku kehilangan dia, rasanya dimana pun dunia aku pijak, rasanya hanya sepi yang aku rasakan. Biar pun itu ramai kata orang, namun bagiku seperti sepinya malam gelap yang tak dihuni oleh bintang dan bulan. 

Namun perlahan aku mencoba untuk lari dari genggaman luka yang teramat mengeris hati itu. Butuh 3 tahun untuk aku belajar mengikhlaskannya. Walaupun hingga saat ini masih saja tergiang dirinya, namun rasa ikhlas mengikhlaskannya, telah setulus hati aku berikan untuknya. 

Karena aku sadar, Cepat atau lambat, Semua diatas dunia akan pergi, termasuk dia yang pergi bersama orang lain. Dan aku hanya bisa berdo’a, semoga bahagia selalu ada menyertainya, dan menjadikan keluarganya, keluarga yang sakinah mawadah, dan warrohmah, amin. 

Rindu Mana Lagi Yang Pernah Aku cemaskan 

3 Tahun berlalu untuk aku menyembuhkan luka yang teramat aku rasakan dalam dada, pada akhirnya aku menemukan seseorang yang mampu membuat aku belajar untuk melupakan dia secara utuh. Seseorang yang aku pikirkan dapat memberiku tempat lain di dunia sebagai persinggahan bahagia. 

Namun pernyataanku salah, menemukan seseorang hanya untuk pergi. Baru saja aku tersenyum, hanya berlaku enam bulan aku mengenalnya, dia juga pergi tinggalkan harapan yang aku genggam erat dalam hati. 

Tak ada alasan yang kuat kenapa ia pergi, menurutnya aku masih terbelenggu dengan masa lalu sehingga ia merasa bosan jika aku tak sungguh-sungguh dengannya. Kenyataan itu benar, namun jujur dari hatiku yang paling dalam, aku hanya butuh waktu untuk mencintainya sepenuh hati. 

Karena dia tau setelah aku menceritakan masa lalu, jika aku butuh proses yang panjang agar aku mampu mencintainya dengan sepenuh cinta yang aku punya. Maklumlah, cinta yang ku punya, masih bertebaran di alam raya dan belum seutuhnya pulang dan mungkin juga, rindu yang pernah aku bisikkan kepada malam saat itu, cinta yang aku katakan kepada angin saat itu, masih tersesat, dan belum menemukan jalan pulangnya. 

Tak mampu bersabar menghadapiku, alasan itulah yang membuatnya juga pergi dan tinggalkan luka untuk yang kedua kalinya dalam hidupku dalam dunia percintaan. Tapi aku tak putus asa, aku terus belajar dan belajar bagaimana bisa aku sendirian menghadapi hidup ini tanpa seseorang yang mampu memberiku senyum ketika lelah, cerita di saat aku kesepian. 

Aku percaya, Tuhan sendang memberiku cara terbaik untuk bisa menemukan seseorang yang pantas untukku ajak berjalan menghadapi hari esok dengan bahagia pastinya. Dengan luka-luka yang ia berikan untukku, Ia berharap aku mampu menjaga seseorang yang ia titipkan untukku suatu hari kelak, dan aku sangat menunggu hari itu. 

1 Tahun berlalu, Aku kembali menjalin hubungan baik dengan seseorang wanita di kampungku, dia adalah tetanggaku. Aku mengenalnya memang dari kecil, karena aku merantau ke Jakarta pada saat masih kecil sehingga aku bertemu dengannya pada saat dewasa. 

Bahagia rasanya bisa menjalinkan hubungan baik hingga dewasa. Aku dan dia mulai membina hubungan asmara hingga dan aku sangat senang, karena aku piker, saat aku pulang kampung nanti, niatku adalah untuk melamarnya karena itu adalah momen yang pas, apalagi saat lebaran. 

Tapi, hubungan itu lagi-lagi kandas diterjang omongan-omongan yang membuat ia tak percaya dengan kesungguhanku. Entah omongan apa yang membaut ia tak percaya dengan ketulusanku.Entahlah, yang jelas, belum juga aku pulang kampung untuk menemuinya, dia sudah pergi bahkan setelah kepergiannya, aku mendapatkan kabar jika dia sudah bertunangan dengan orang lain. 

Tak mengapa bagi, rasanya sudah biasa aku merasakan seperti itu, merasakan kehilangan berkali-kali rasanya seperti aku sudah menemukan tempat tersendiri diatas dunia yaitu ladang sakit hati. Jadi, ya walaupun sakit hati, rasanya hatiku sudah terlalu kuat untuk menahan kecewa itu semuanya dengan sangat baik. 

Ketika lebaran tahun ini, sebenarnya aku memilih jalan lain untuk bisa menemukan seseorang untuk aku ajak berdiskusi tentang masa depan. Dengan cara ini, aku akan terhindari dari kecewa lagi dan lagi. Cara ini tanpa ada pacaran dan juga kenal terlebih dahulu alias dijodohkan. Namun tetap saja cara itu tidak berhasil juga, bahkan aku yang jadi malu sendiri ketika berada di kampung. 

Memang perkataan Tuhan itu benar, Ketika jodoh itu pulang saatnya dating, biar bagaiman pun caranya dan usahanya, tetap saja tidak akan dapat. Tapi aku tak pernah putus asa untuk menemukan seseorang yang bernama jodoh itu, aku akan tetap semangat dan berusaha walaupun luka dan kecewa masih aku rasakan saat ini. Hanya saja, Jika untuk aku menjalin hubungan lagi, mungkin berat untuk aku katakan karena perasaanku tidak lagi seperti dulu, Rinduku tak seindah dulu lagi dan perasaanku tak serapuh dulu lagi. 

Sepertinya perjuanganku dan usahaku selama ini belum cukup untuk bisa memberikan kebahagian kepada orang lain, termasuk Ibuku, kelaurga dan juga orang yang aku saying. Namun aku tak pernah berputus asa, semua akan indah pada saatnya nanti, itu kata-kata yang pernah sahabat beriku untukku. 

Jika saat ini aku tak lagi seperti dulu, jangan bertanya kepadaku apa yang sedang aku pikirkan. Jangan bertanya kepada tentang kegalauan, tentang cinta dan tentang kecewa, karena diriku sendiri saja tidak tidak pernah tau, Rindu Mana yang pernah aku cemaskan.

Belum ada Komentar untuk "Bahkan Aku Sudah Lupa, Rindu Mana Yang Pernah Aku Cemaskan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel