Pengobatan Yang dilarang Dalam Islam, Apa Saja Itu?
Selasa, 25 Mei 2021
1 Komentar
Sudah merupakan naluri, bahwa orang yang sakit akan berusaha mencari pengobatan yang terbaik agar penyakitnya bisa sembuh. Namun perlu diperhatikan, bahwa dalam berobat jangan sampai melanggar larangan dalam Islam. Di antara bentuk pengobatan yang terlang dalam Islam adalah: berobat ke dukun, berobat dengan sihir, memakai jimat untuk berobat atau menangkal penyakit, dan berobat dengan yang haram. Berikut akan kami jelaskan perinciannya satu per satu.
Berobat ke dukun
Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui perkara yang gaib. Termasuk kategori dukun adalah paranormal, tukang ramal, ahli nujum, dan yang semisal. Siapa saja yang menceritakan tentang perkara di masa datang yang belum terjadi atau mengaku mengetahui perkara gaib maka statusnya adalah dukun.
Mendatangi dukun untuk berobat termasuk hal terlarang dalam Islam. Praktik perdukunan hukumnya haram dalam Islam berdasarkan Al-Quran, hadis, dan juga ijma. Allah Ta’ala befriman kepada Nabi-Nya,
فَذَكِّرْ فَمَا أَنتَ بِنِعْمَتِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَلَا مَجْنُونٍ
“Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang dukun dan bukan pula seorang gila” (QS. At-Thur: 29).
Sisi pendalilan haramnya perdukunan dalam ayat ini adalah tatkala Allah meniadakan sifat dukun dari diri Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam, karena dukun pasti mengaku mengetahui perkara gaib. Mengklaim mengetahui ilmu gaib adalah kekufuran yang nyata. Selamatnya seseorang dari perdukunan adalah adalah suatu nikmat, karena perdukunan bertentangan dengan nikmat Islam itu sendiri.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari” (HR. Muslim).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan ia membenarkan ucapannya, maka ia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad” (HR. Ahmad, hasan).
Dua hadis di atas adalah ancaman keras bagi yang mendatangi dukun. Apabila hanya sekadar bertanya namun tidak membenarkannya maka sudah mendapat ancaman tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Apabila dia membenarkan ucapan sang dukun, maka hukumannya lebih berat yaitu berarti kufur terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syekh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah dalam Fathul Majiid menjelaskan, “Dzahir hadis menunjukkan tentang kufurnya orang yang meyakini dan membenarkan berita dukun dengan berbagai bentuknya.” Kesimpulannya bahwa bertanya ke dukun dan membenarkannya – termasuk untuk perkara pengobatan – maka hukunya haram, termasuk dosa besar, bahkan bisa merusak tauhid seseorang (lihat dalam Al Mufiid fii Muhimmati at Tauhiid hal. 259-260).
Berobat dengan sihir
Perbuatan sihir haram hukumnya dalam Islam berdasarkan Al-Quran , hadis, dan ijma. Sihir termasuk dosa besar, bahkan termasuk satu di antara tujuh dosa yang membinasakan.
Dalil dari Al-Quran di antaranya,
وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu jangnalah kamu kafir.’ Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya . Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Dan sungguh, mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (QS. Al Baqarah : 102).
Dalil dari hadis adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ
”Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!”
Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja itu?”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشِّرْك بِاَللَّهِ وَالسِّحْر…
“Yaitu syirik kepada Allah, dan sihir, … ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Perbuatan sihir adalah haram dan termasuk dosa besar berdasarkan ijma. Nabi menegaskan bahwa sihir termasuk tujuh dosa yang membinasakan. Perbuatan sihir ada yang termasuk kekufuran dan ada yang tidak termasuk kekufuran, namun tetap termasuk dosa besar. Jika dalam sihir terdapat perkataan dan perbuatan yang mengandung kekufuran maka termasuk perbuatan kufur. Jika tida ada unsur kekufuran maka tidak termasuk kufur. Adapun mempelajari dan mengajarkannya jelas termasuk perbuatan haram” (Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari).
Sihir tergolong perbuatan kekufuran jika ada pengagungan kepada selain Allah baik kepada jin, setan, benda-benda langit, dan lain sebagainya. Termasuk kekufuran juga jika terdapat klaim mengetahui perkara yang gaib dalam praktik sihirnya (Lihat dalam Al Mufiid fii Muhimmati at Tauhiid , hal. 256-258).
Kesimpulannya melakukan sihir haram hukumnya, termasuk dosa besar yang membinasakan, bahkan bisa tergolong perbuatan kekufuran. Maka tidak boleh menggunakan berbagai bentuk sihir untuk menyembuhkan penyakit.
Memakai jimat untuk berobat atau menangkal penyakit
Memakai jimat untuk pengobatan atau agar terhindar dari penyakit adalah temasuk perbuatan terlarang dalam Islam. Suatu saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat ada seseorang yang mengenakan gelang dari bahan kuningan, maka Nabi pun bertanya kepadanya, “Apa ini?” Orang itu menjawab, “Ini aku pakai sebagai penangkal sakit.” Maka Nabi bersabda,
أَمَا إِنَّهَا لَا تَزِيدُكَ إِلَّا وَهْنًا انْبِذْهَا عَنْكَ؛ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا
“Lepaskan saja itu, karena ia tidak akan menambah kepadamu kecuali kelemahan. Sungguh, jika engkau mati sementara gelang itu masih kau kenakan niscaya engkau tidak akan selamat selama-lamanya” (HR Ahmad, hasan).
Dalam hadis di atas Nabi melarang untuk menggunakan gelang sebagai penangkal penyakit. Pelajaran yang bisa dipetik dari hadis ini adalah bahwasanya orang yang mengenakan gelang dan semacamnya sebagai penangkal sakit termasuk perbuatan syirik karena Nabi bersabda, “Jika engkau mati sementara gelang itu masih kau kenakan niscaya engkau tidak akan selamat selama-lamanya.” Ditepisnya keselamatan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya pasti mendapatkan kebinasaan dan kerugian.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik” (HR Ahmad, sahih).
Hukum menggunakan jimat untuk pengobatan adalah syirik. Jika pelakunya meyakini bahwa jimat hanya sekedar sebab kesembuhan maka termasuk syirik kecil. Adapun jika diyakini bahwasanya kesembuhan yang terjadi dengan memakai jimat terjadi tanpa ada izin atau kehendak Allah maka ini termasuk syirik akbar (Lihat dalam Al Mufiid fii Muhimmati at Tauhiid, hal. 201-203).
Berobat dengan yang haram
Syekh Ahmad Baazmul hafidzahullah menjelaskan bahwa di saat mengobati hendaklah seorang dokter muslim menjauhi obat-obat yang diharamkan oleh syariat. Diriwayatkan dari Abu-Darda, beliau berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَ الدَّوَاءَ وَ أَنْزَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْ وَلَا تَدَاوَوْ بِحَرَامٍ
“Sesunggungnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah, namun janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram” (HR Abu Daud, hasan).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata tentang sesuatu yang memabukkan,
إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَائَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada sesuatu yang diharamkan atas kalian” (HR Bukhari).
Maka janganlah memberikan kepada pasien obat yang mengandung alkohol yang memabukkan. Dan janganlah mengajarinya menggunakan perkara-perkara yang diharamkan, karena Allah tidak menjadikan kesembuhan bagi manusia pada benda yang haram (Akhlaaqu Ath-Thabiib Al-Muslim hal. 12-13).
Demikian di antara beberapa jenis pengobatan yang haram hukumnya dalam Islam dan harus ditinggalkan oleh setiap muslim. Perbuatan yang termasuk dosa besar bahkan bisa tergolong perbuatan kesyirikan dan kekufuran yang membatalkan tauhid seseorang. Seseorang muslim harus selektif dalam mencari ikhtiar dalam berobat sehingga tidak terjerumus dalam pengobatan yang terlarang dalam hukum Islam.
ini secara tidak langsung membuat jawa identik dengan mistik, gaib, praktek perdukunan, dsb.
BalasHapus